Tokoh-Tokoh Nyeleneh di UIN dan IAIN (2)

9. Harun Nasution
Harun Nasution tokoh di IAIN Jakarta yang menggemakan istilah
pembaruan Islam dialihkan maknanya menjadi: memperbaharui dengan model
modern/ Barat, sampai yang menghalalkan dansa-dansa campur aduk laki
perempuan seperti Rifa'at At-Thahthawi (Mesir) pun dikategorikan dalam
satu nama yaitu kaum Modernis.
Mendiang Prof Dr Harun Nasution alumni McGill Canada yang bertugas di
IAIN Jakarta itu pun memuji Rifa'at Thahthawi (orang Mesir alumni
Prancis) sebagai pembaharu dan pembuka pintu ijtihad (Harun Nasution,
Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, hal 49).
Padahal, menurut Ali Muhammad Juraisyah dosen Syari'ah di Jami'ah
Islam Madinah, Rifa'at Thahthawi itu alumni Barat yang paling
berbahaya. Rifa'at Thahthawi tinggal di Paris 1826-1831M yang kemudian
kembali ke Mesir dengan bicara tentang dansa yang ia lihat di Paris
bahwa hanya sejenis keindahan dan kegairahan muda (syalbanah),
tidaklah fasik berdansa itu dan tidaklah fasik (tidak melanggar agama)
berdempetan badan (dalam berdansa laki-perempuan itu, pen).
Ali Juraisyah berkomentar: Sedangkan Rasulullah bersabda:
"Likulli banii aadama haddhun minaz zinaa: fal 'ainaani tazniyaani wa
zinaahuman nadhru, walyadaani tazniyaani wazinaahumal bathsyu,
warrijlaani tazniyaani wazinaahumal masy-yu, walfamu yaznii wazinaahul
qublu, walqolbu yahwii wa yatamannaa, walfarju yushoddiqu dzaalika au
yukaddzibuhu."
Artinya: "Setiap bani Adam ada potensi berzina: maka dua mata berzina
dan zinanya melihat, dua tangan berzina dan zinanya memegang, dua kaki
berzina dan zinanya berjalan, mulut berzina dan berzinanya mencium,
hati berzina dan berzinanya cenderung dan mengangan-angan, sedang
farji/ kemaluan membenarkan yang demikian itu atau membohongkannya."
(Hadits Musnad Ahmad juz 2 hal 243, sanadnya shohih, dan hadits-hadits
lain banyak, dengan kata-kata yang berbeda namun maknanya sama).
Benarlah Rasulullah , dan bohonglah Syekh Thahthawi.
10. Kautsar Azhari Noer
Kautsar Azhari Noer, seorang dosen UIN Jakarta, penggema ajaran Ibnu
Arabi dan pluralisme agama. Dr Kautsar Azhari Nur orang liberal dari
Paramadina Jakarta ini dalam pidato Debat Fiqih Lintas Agama di UIN
(Universitas Islam Negeri) Jakarta, 15 Januari 2004, berkata: "Akidah
itu memang tidak sama. Akidah itu buatan manusia bukan buatan Tuhan."
Komentar saya: Kalau aqidah itu buatan manusia, padahal fondasi dalam
agama itu justru aqidah, dapatkah agama Allah yaitu Islam itu
fondasinya hanya buatan manusia? Barangkali perkatan Dr Kautsar itu
betul apabila yang dimaksud hanyalah agama buatan manusia, misalnya
agama model Gatoloco dan Darmogandul, suatu kepercayaan di Jawa yang
sangat menghina Islam dengan perkataan-perkataan porno dan jorok.
Tentang aqidah, penjelasan ini bisa disimak: Wakil Sultan (di Suriah
tempat Ibnu Taimiyah bermukim, pen) bertanya tentang iktikad (Aqidah),
maka Ibnu Taimiyah ra berkata: Aqidah bukan datang dariku, juga bukan
datang dari orang yang lebih dahulu dariku tapi dari Allah dan
Rasul-Nya, dan apa yang diijma'i oleh para salaf umat ini diambil dari
kitabullah dan hadits-hadits Bukhari dan Muslim serta hadits-hadits
lainnya yang cukup dikenal dan riwayat-riwayat shahih dari generasi
salaf umat ini.
Anggapan pihak Paramadina bahwa aqidah mereka memang beda, yaitu
pluralisme agama –menyamakan semua agama– adalah berbeda dengan orang
Muslim yang aqidahnya tegas bahwa hanya Islam lah yang benar.
Al-Qur'an menyatakan sesembahan orang non Islam/kafir itu bukan
sesembahan orang Muslim dalam surat Al-Kafirun secara diulang-ulang.
Tetapi dosen UIN Jakarta dan Paramadina ini berani mengatakan bahwa
muslim tapi aqidahnya berbeda, yaitu pluralisme agama.
Bagaimanapun, keyakinan orang pluralis bertentangan dengan Islam, di
antaranya bertentangan dengan Al-Qur'an Surat Al-Kafirun.
Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa
yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan
aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS Al-Kafirun: 1-6).
11. Zuhairi Misrawi
Zuhairi Misrawi (alumni filsafat Al-Azhar Mesir yang pernah diadili
dan diharap istitab (bertaubat) kepada Allah SWT oleh teman-temannya
di Mesir karena dianggap mengatakan bahwa shalat 5 waktu tidak wajib,
kata Zainul Majdi MA alumni Al-Azhar dari Lombok, di dalam pertemuan
para Ulama dan tokoh Islam di As-Syafi'iyah Jakarta, Rabu 6 Ramadhan
1425H/ 20 Oktober 2004.
Zuhairi Misrawi ini bertekad, seandainya dia jadi ketua MUI (Majelis
Ulama Indonesia), maka akan dia fatwakan, bahwa arti musyrik adalah
politikus busuk. Lihat buku penulis, Mengkritisi Debat Fikih Lintas
Agama, Al-kautsar, Jakarta, 2004).
12. Masdar F. Mas'udi
Masdar F. Mas'udi alumni IAIN Jogjakarta, orang NU yang menyuarakan
kalau lelaki nekad berzina maka hendaknya pakai kondom, dan menyerukan
musim haji wuqufnya bukan hanya di bulan Dzulhijjah tapi bisa di Bulan
Syawwal dan Dzulqo'dah. Dosen Ilmu Fiqh, Dr. Khuzaimah T. Yango,
alumni Mesir, menjelaskan dalam perkuliahan yang saya ikuti di MUI DKI
Jakarta 1997 bahwa pendapat Masdar F. Mas'udi yang menyamakan pajak
dengan zakat adalah jelas pendapat yang tidak benar dan tak punya
landasan. Karena zakat jelas beda sekali dengan pajak. Dalam seminar
pun sudah banyak yang membantah Masdar, kata Dr. Khuzaimah.
Rupanya setelah bermain-main dengan tema pajak dan zakat, Masdar masih
punya "mainan" lagi yaitu tentang waktu pelaksanaan ibadah haji.
Waktu pun berjalan terus, sedang kedudukan seseorang bisa menanjak. Di
tahun 2000, Masdar Farid Mas'udi yang tadinya disebut intelektual muda
itu telah menjadi Katib Syuriyah PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama)
dan Anggota Dewan Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia). Dia dengan
menulis embel-embel kedudukannya itu membuat artikel yang dimuat
secara bersambung di Harian Republika, Jum'at tanggal 6 dan tanggal 13
Oktober 2000, berjudul Keharusan Meninjau Kembali Waktu Pelaksanaan
Ibadah Haji.
Tulisan itu menyodorkan pendapat bahwa pelaksanaan ibadah haji
hendaknya bukan hanya sekitar tanggal 8, 9, 10, 11, 12, 13 Dzulhijjah,
tetapi kapan saja asal selama 3 bulan (Syawal, Dzulqa'dah, dan
Dzulhijjah). Alasan Masdar, karena jelas di dalam Al-Qur'an Al-Hajju
asyhurun ma'lumat. Haji itu di bulan-bulan yang sudah diketahui (3
bulan tersebut). Jadi, menurut Masdar, janganlah Al-Qur'an dikorbankan
oleh hadits Al-Hajju 'arafah, haji itu adalah Arafah. (Istilah
Al-Qur'an dikorbankan oleh hadits itu tidak pernah dipakai oleh ulama
manapun. Saya baru dengar dari pernyataan Masdar itu).
Landasan pikiran Masdar, ia kemukakan bahwa ibadah haji itu 'napak
tilas'. Maka dimensi ruang itu lebih penting ketimbang dimensi lainnya
termasuk waktu. Oleh karena itu, saran Masdar, agar pelaksanaan ibadah
haji itu ya kapan saja, asal 3 bulan tersebut. Faham sesat dan
melecehkan Islam ini dimuat di Kompas, Republika dan media lainnya.
13. Ulil Abshar Abdalla
Ulil Abshar Abdalla (generasi NU yang menulis bahwa hukum Tuhan itu
tidak ada, dan vodca –minuman beralkohol lebih dari 16% bisa jadi di
Rusia halal karena udaranya dingin sekali.
Ungkapan yang merusak Islam dan menghalalkan yang haram ini ditulis di
Kompas 18 November 2002/ Ramadhan 1423H dan dalam wawancara dengan
majalah di Jakarta. Orang ini mulai sengak perkataannya, misalnya dia
mengecam Saudi dengan ungkapan bahwa duit petro dolar dari Arab itu
paling hanya untuk mencetak Al-Qur'an dan buku-buku wahabi yang norak,
anti intelektual… dst.
Gaya bicara semacam itu bisa mengindikasikan adanya kesombongan
tersendiri, yang dalam Al-Qur'an justru disandang oleh orang-orang
yang anti orang beriman:
Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana
orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah
kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah,
sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak
tahu. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka
mengatakan: "Kami telah beriman." Dan bila mereka kembali kepada
syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami
sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok". Allah akan
(membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing
dalam kesesatan mereka. Mereka itulah orang yang membeli kesesatan
dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan
tidaklah mereka mendapat petunjuk. QS Al-Baqarah: 13-16).
14. Luthfi Assyaukanie
Luthfi Assyaukani (orang Paramadina Mulia Jakarta yang menganggap teks
Al-Qur'an mengalami copy editing oleh para sahabat. Ungkapan untuk
meragukan kemurnian Al-Qur'an ini disiarkan lewat internet JIL,
islamlib.com: "Saya cenderung meyakini bahwa Alquran pada dasarnya
adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi tapi kemudian mengalami
berbagai proses copy-editing oleh para sahabat, tabi'in, ahli bacaan,
qurra, otografi, mesin cetak, dan kekuasaan." (Islamlib.com
–Merenungkan Sejarah Alquran, Oleh: Luthfi AssyaukanieTanggal dimuat:
17/11/2003).
Bagaimana liciknya orang liberal dari Paramadina ini, memasukkan
berbagai unsur termasuk kekuasaan sebagai pelaku copy-editing terhadap
wahyu Allah. Di masa sekarang perpolitikan yang sangat jauh dari Islam
dan penguasanya tidak takut kepada Allah, lalu digambarkan bahwa
Al-Qur'an pun mengalami copy-editing oleh kekuasaan, maka bisa
dibayangkan betapa tajamnya untuk menyuntikkan pemahaman yang keliru
mengenai kemurnian Al-Qur'an.
Betapa tega orang itu dalam menyuntikkan benih-benih untuk meragukan
kemurnian Al-Qur'an. Tangan penguasa dengan bermodal kekuasaannya
dianggap telah mengedit Al-Qur'an. Meskipun ada celoteh semacam itu,
namun umat Islam tetap yakin terhadap penegasan Allah.
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya. (QS Al-Hijr: 9).
Pertanyaan yang perlu diajukan kepada Luthfi AsSyaukani, kenapa musuh
Utsman bin Affan ra yang sampai membunuhnya, kemudian tidak membuat
Al-Qur'an tandingan, kalau memang benar bahwa Utsman menggunakan
kekuasaannya untuk mengedit Al-Qur'an?
15. Prof. Dr. M. Amin Abdullah
Prof. Dr. M. Amin Abdullah, Ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah, Rektor
IAIN Jogjakarta: "Tafsir-tafsir klasik Al-Quran tidak lagi memberi
makna dan fungsi yang jelas dalam kehidupan umat."
Komentar: Ini mengingkari ilmu. Sebab tafsir-tafsir klasik itu
menyampaikan warisan ilmu dari Nabi Muhammad yang disampaikan kepada
para sahabat, diwarisi tabi'in, lalu tabi'it tabi'in, yang kemudian
diwairisi para ulama. Dengan cara menafikan makna dan fungsi
tafsir-tafsir klasik Al-Qur'an, maka sebenarnya yang akan dibabat
justru Al-Qur'annya itu sendiri. Karena kalau umat Islam sudah
menafikan tafsir-tafsir klasik Al-Qur'an, maka tidak tahu lagi mana
makna yang rajih (kuat) dan yang marjuh (lemah) dalam mengetahui isi
Al-Qur'an. Di samping itu, masih mengingkari keadaan manusia.
Seakan-akan manusia sekarang ini bukanlah manusia model dulu, tetapi
makhluq yang baru sama sekali, tidak ada sifat-sifat kesamaan dengan
manusia dulu. Padahal, dari dulu sampai sekarang, dan insya Allah
sampai nanti, ciri-ciri dan sifat-sifat manusia itu sama. Yang munafiq
ya ciri-ciri dan sifat-sifatnya sama dengan munafiq zaman dulu. Yang
kafir pun demikian. Sedang yang mu'min sama juga ciri dan sifatnya
dengan mu'min zaman dulu. Maka Allah telah mencukupkan Islam sebagai
agama yang Dia ridhai, dan Al-Qur'an menjadi pedoman sepanjang masa,
karena manusia zaman diturunkannya Al-Qur'an itu sifatnya sama dengan
zaman sekarang ataupun nanti. Tinggal tergolong yang mana? Mu'min,
munafiq atau kafir. Hanya itu.
Apalagi hanya tafsirnya, sedang Al-Qur'annya itu sendiri tidak
menambah apa-apa kecuali menambah kerugian bagi orang-orang dhalim,
dan menambah larinya orang-orang kafir dari kebenaran, memang.
Allah berfirman:
Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah menambah
kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS Al-Israa': 82).
Dan sesungguhnya dalam Al Qur'an ini Kami telah ulang-ulangi
(peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan
peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari (dari
kebenaran). (QS Al-Israa': 41).
Itulah komentar yang perlu disampaikan untuk Amien Abdullah (Rektor
UIN Jogjakarta, penyeru diterapkannya metode hermeneutik untuk
menafsiri Al-Qur'an, padahal hermeneutik itu metode untuk Injil yang
memang teksnya penuh problem).
16. Taufik Adnan Amal
Taufik Adnan Amal (dosen ulumul Qur'an IAIN Makassar, mengemukakan
bahwa ayat innaddiena indallohil Islam itu ada yang lebih tepat untuk
sekarang innad diena indallohil hanifiyyah. Ungkapan Taufiq Adnan Amal
dan Ulil Abshar Abdalla yang disebarkan lewat Majalah Syir'ah itu
mengandung kampanye untuk meragukan kemurnian Al-Qur'an dan sekaligus
meragukan masih relevannya ayat-ayat Al-Qur'an dengan masa sekarang.
Tentang buku Taufiq Adnan Amal berjudul Rekonstruksi Sejarah
Al-qur'an, insya Allah dibahas di bagian bawah dari judul ini.
17. Abdul Moqsith Ghazali
Abdul Moqsith Ghazali, tadinya belajar di pascasarjana UIN Jakarta,
termasuk tim penyusun draf counter legal Kompilasi Hukum Islam. Di
antara isinya, Pasal yang tidak kalah kontroversial adalah pembolehan
perkawinan beda agama. Tim Pengarusutamaan Gender bentukan Depag,
sebagai penyusun draf, menilai pelarangan perkawinan beda agama
melanggar prinsip pluralisme dalam Islam.
Abdul Moqsith Ghazali, anggota tim penyusun, mengaku sejak semula
sudah memperkirakan akan mendapatkan kritikan tajam. Timnya pun secara
internal menjalani perdebatan yang panjang dan alot untuk membuahkan
draf itu. Menurut dia, banyak sekali ketidakadilan dalam susunan KHI
lama. "Kami menyusun ini dengan mengacu pada dalil-dalil yang ada.
Karena itu, jika memang tidak ada dalil yang melarang untuk mengubah
sesuatu hal, berarti itu merupakan dalil untuk mengubah," kata Moqsith
(Republika, Selasa, 5 Oktober 2004).
Dia tak sadar, ucapannya bisa dipertanyakan, tak ada larangan nikah
dengan buaya, babi dsb, apakah boleh nikah dengan babi, buaya dan
sebagainya? Pertanyaan ini dilontarkan oleh Ustadz Agus Hasan Bashori
dari Malang, ketika ada kajian di Masjid Universitas Muhammadiyah
Sidoarjo Jawa Timur, 9 Januari 2004).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar