(JAWABAN UNTUK PENDETA RICHMON-2)

Pendeta Antonius Richmon Bawengan menipu umat Islam dengan penafsiran
"shirathal mustaqiim" (jalan yang lurus) yang keliru dengan tudingan
sbb:
"Penganut Agama Arabi mentaati ketentuan untuk menyembah Allah, antara
lain dalam bentuk shalat 5 waktu, yang berlangsung 17 rekaat setiap
hari. Dalam setiap rekaat shalatnya, umat Muhammad umumnya melafazkan
Al-Fatihah, yang berisi antara lain: "…Tunjukilah kami jalan yang
lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau telah anugerahkan nikmat
kepada mereka…"
17 kali sehari kalimat permohonan itu diucapkan oleh muslim yang
takwa. Hari ini belum dikabulkan, besok memohon lagi. Tidak
dikabulkan, lanjut dengan permohonan di hari berikutnya. 6100 kali
dimohonkan dalam setahun, tidak terkabul juga. Fakta menunjukkan bahwa
sampai hari ini, sesudah 15 abad agama Islam berkembang, permohonan
tentang Jalan yang lurus itu berlanjut terus.

Tuduhan pendeta ini picik dan licik. Padahal Al-Qur'an telah
menjelaskan bahwa jalan yang lurus yang dimaksud surat Al-Fatihah ayat
6 dalam ayat berikutnya: "Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau
beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan pula jalan mereka yang sesat" (Al-Fatihah 7). Menurut ayat ini,
kriteria jalan yang lurus itu ada dua, yaitu:
1. Jalannya orang-orang yang telah mendapat nikmat dan ridha Allah,
yaitu: para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin karena mereka adalah
orang-orang yang selalu taat dan istiqamah dalam beribadah. Golongan
ini sesuai dengan firman Allah:
"Orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu: Nabi-nabi, para
shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan
mereka itulah teman yang sebaik-baiknya" (Qs An-Nisa' 69).
2. Jalan yang lurus itu kontradiktif dengan jalan orang yang dimurkai
Allah dan jalan orang yang sesat. Golongan 'Al-Magdhub alaihim' (orang
yang dimurkai Allah) adalah umat Yahudi, kaum yang mengetahui
kebenaran akan tetapi enggan mengamalkannya. Dalam surat Al Ma'idah
60, orang Yahudi disebut "man la'anahullahu wa ghadhiba alaihi,"
artinya: orang yang dikutuk/dilaknat dan dimurkai Allah, sehingga di
antara mereka dijadikan kera dan babi.
Sedangkan golongan 'Adh-dholliin' (orang-orang yang sesat) adalah umat
Nasrani, kaum yang bersemangat untuk beramal ibadah tapi tidak
didasari ilmu (Al-Ma'idah 77).
Pengertian ini sesuai dengan makna hadits, di mana Adi bin Hatim RA
bertanya kepada Nabi SAW, "Siapakah yang dimurkai Allah itu?" Nabi SAW
menjawab, "Al-Yahud (Yahudi)." "Dan siapakah yang sesat itu?" Nabi SAW
menjawab, "An-Nashara (Nasrani)".
....Pendeta Richmon melecehkan Islam sebagai agama sesat yang belum
lurus.Ini adalah pertanyaan klasik yang sudah ketinggalan zaman....
Pendeta Richmon melecehkan Islam sebagai agama sesat yang belum lurus.
Menurutnya, jika Islam adalah agama yang lurus, mengapa umat Islam
masih berdoa minta ditunjuki jalan yang lurus dalam shalat?
Ini adalah pertanyaan klasik yang sudah ketinggalan zaman. Perlu
diketahui, bahwa orang yang berdoa "tunjukilah kami jalan yang lurus"
itu bukan berarti sedang berada di jalan yang sesat sehingga minta
ditunjuki jalan yang lurus.
Doa ini bermakna: Tunjukilah, bimbinglah dan berikanlah taufik kepada
kami untuk meniti shirathal mustaqiim (jalan yang lurus) yaitu Islam.
Maksudnya, mohon agar Allah mengaruniakan keteguhan dalam memahami dan
mengamalkan agama Islam, dan mohon agar dijauhkan dari jalan golongan
yang sesat dan dimurkai.
Doa ini selalu diulang-ulang dalam shalat, karena setiap manusia
selalu membutuhkan hidayah pada segala kesempatan, baik malam maupun
siang hari. Manusia beriman selalu butuh hidayah untuk tetap teguh di
jalan yang lurus, karena hati manusia berbolak-balik yang bisa
dipengaruhi oleh lingkungan. Apalagi, di nusantara ini para penginjil
berkeliaran mencari mangsa untuk dimurtadkan dengan segala cara,
termasuk cara-cara licik dan bengis.
Setiap Muslim tidak ada yang tahu apakah dia akan teguh di dalam Islam
atau tidak, maka ia harus selalu memohon kepada Allah agar diteguhkan
di jalan-Nya dan diberi husnul khatimah (akhir hayat yang baik).
Al-Qur'an menekankan perlunya istiqamah di jalan Allah, sehingga umat
Islam yang sudah di jalan lurus, masih diperintah berdoa agar meminta
hidayah istiqamah di jalan Islam yang lurus itu.
Bahkan kepada orang yang beriman pun, Allah menegaskan perintah agar
tetap teguh beriman kepada-Nya: "Wahai orang-orang yang beriman,
tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang
Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya" (An-Nisa' 136).
Kesesatan Pendeta Richmon dalam memahami doa dalam surat Al-Fatihah
itu terjadi karena logika teologinya sudah korslet. Karena berdoa
minta ditujuki jalan yang lurus, maka dengan ceroboh disimpulkan bahwa
umat Islam berada dalam kesesatan karena ditipu oleh Allah.
Na'udzubillah min dzalik!
....Logika rusak Pendeta Richmon justru melahirkan teologi rusak yang
berisi penghinaan kepada Tuhan dalam Bibel....
Jika diterapkan dalam kekristenan, maka logika rusak Pendeta Richmon
bisa melahirkan teologi yang jauh lebih rusak yang berisi penghinaan
kepada Tuhan dalam Bibel.
Misalnya, dalam Injil Yohanes 17:1 Yesus menengadah ke langit dan
berdoa: "Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah Anak-Mu, supaya
Anak-Mu mempermuliakan Engkau." Berdasarkan logika Pendeta Richmon,
maka ayat ini wajib dipahami bahwa Yesus belum memuliakan Tuhan dan
sebaliknya Yesus belum dimuliakan Tuhan.
Dalam Injil Matius 6:9 dan Lukas 11:2 Yesus memanjatkan Doa Bapa Kami:
"Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu." Bila logika teologi
Pendeta Richmon diterapkan, maka ayat ini harus dipahami bahwa Tuhan
tidak Maha Suci, sehingga harus didoakan umatnya. Apakah Tuhannya
Yesus tidak Mahakudus?
Dalam Injil Matius 6:11 Yesus berdoa: "Berikanlah kami pada hari ini
makanan kami yang secukupnya." Berdasarkan logika Pendeta Richmon,
maka ayat ini wajib disimpulkan bahwa seumur hidupnya Yesus dan para
muridnya selalu hidup dalam kelaparan (Jawa: kaliren) sehingga harus
berdoa minta makan kepada Tuhan tiap pagi.
Dalam Injil Matius 6:12 Yesus berdoa: "Ampunilah kami akan kesalahan
kami." Bila umat Kristen memakai logika Pendeta Richmon, maka ayat ini
harus dipahami bahwa Yesus dan para muridnya adalah sekelompok pendosa
sehingga harus berdoa minta ampun dari kesalahannya!
Dalam Injil Matius 6:13 Yesus berdoa: "Dan janganlah membawa kami ke
dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat." Jika
logika teologi Pendeta Richmon diterapakan, maka ayat ini harus
dipahami bahwa Yesus dan para pengikutnya adalah orang-orang yang
selalu berkubang dalam percobaan dan kejahatan, sehingga mereka berdoa
tiap pagi, minta dilepaskan dari pencobaan dan kejahatan.
Betapa bejatnya logika teologi letterlijk itu. Maka Pendeta Richmon
Bawengan dan para penginjil lainnya harus membuang logika teologi yang
rusak bila ingin selamat dunia dan akhirat. Bukankah teologi rusak itu
telah terbukti melahirkan kerusuhan umat beragama di Temanggung?
bersambung [A. Ahmad Hizbullah MAG/suara-islam]

VOA-ISLAM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar