Kasus kesalahan dan kontradiksi angka yang cukup fatal sangat mencolok
justru dialami oleh Bibel, terutama dalam kitab Perjanjian Lama.
Misalnya tentang kisah kekayaan Raja Sulaiman (Salomo) dalam kitab 1
Raja-raja 4:26 sebagai berikut:
"Dan lagi adalah pada radja Solaiman empatpuluh ribu kandang akan
segala rata baginda dan duabelas ribu orang berkuda" (Alkitab terbitan
Lembaga Alkitab tahun 1960).
"Lagipula Salomo mempunyai kuda empat ribu kandang untuk
kereta-keretanya dan dua belas ribu orang berkuda" (Alkitab terbitan
Lembaga Alkitab tahun 1979).
Perhatikan baik-baik, dalam ayat yang sama yang diterbitkan berbeda
tahun, terjadi korupsi angka 90 persen dari angka 40.000 menjadi
4.000.
Pemangkasan angka dari 40.000 menjadi 4.000 dalam kitab Raja-raja itu
jelas bukan sekedar memperbaiki redaksi bahasa, melainkan merombak
esensi ayat secara signifikan. Karena bagaimanapun juga, penambahan
satu angka nol (0) sangat besar artinya. Merubah 40.000 menjadi 4.000
itu berarti membuang nilai 36.000. Satu angka yang cukup fantastis,
terlebih bila tertera dalam kitab suci firman Tuhan.
Kekeliruan satu angka nol (0) dalam dunia bisnis saja sangat fatal
akibatnya, terlebih jika menimpa kitab suci. Betapa aneh jika dalam
ayat yang sama dengan cerita yang sama pula, selisih 19 tahun
penerbitan angka 40.000 berkurang satu angka nol menjadi 4.000.
Bila diteliti lebih lanjut, ternyata revisi angka itu sangat manjur
untuk membuang kontradiksi ayat. Sebab jika Alkitab tahun 1960 itu
tidak direvisi, maka terjadilah kontradiksi ayat mengenai kekayaan
Raja Salomo dengan versi kitab Tawarikh yang menyebutkan bahwa Salomo
hanya memiliki 4.000 kandang kuda. Perhatikan ayat berikut:
"Salomo mempunyai juga empat ribu kandang untuk kuda-kudanya dan
kereta-keretanya dan dua belas ribu orang berkuda, yang ditempatkan
dalam kota-kota kereta dan dekat raja di Yerusalem" (2 Tawarikh 9:25).
"And Solomon had four thousand stalls for horses and chariots, and
twelve thousand horsemen; whom he bestowed in the chariot cities, and
with the king at Jerusalem" (2 Chronicles 9:25, King James Version).
Supaya tidak kontradiktif, maka dibuanglah satu angka nol dalam kitab
Raja-raja. Tapi tanpa disadari, hal ini justru mengakibatkan
kontradiksi yang lebih nyata antara ayat yang sama terhadap cetakan
tahun yang berbeda.
Kontradiksi dan revisi ayat Bibel yang tak kalah fatalnya adalah
mengenai angka tahun, dalam ayat berikut:
"Adapon oemoer Jehojachin pada masa ija naik radja itoe doelapan
tahoen, maka karadjanlah ija diJeroezalim tiga boelan dan sapoeloeh
hari lamanja, maka dipêrboewatnja barang jang djahat kepada
pêmandangan Toehan" (2 Tawarikh 36:9, Alkitab tahun 1928).
"Yoyakhin berumur delapan belas tahun pada waktu ia menjadi raja dan
tiga bulan sepuluh hari lamanya ia memerintah di Yerusalem. Ia
melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. (2 Tawarikh 36:9, Alkitab
tahun 2002).
Ayat yang sama dalam dua versi tersebut jelas bertentangan dan tidak
mungkin keduanya diyakini sebagai kebenaran. Pasti ada salah satu yang
salah, bahkan bisa jadi keduanya salah.
Penambahan angka satu (1) pada angka 8 tersebut bukan tak ada artinya.
Sebab bila angka dalam ayat itu tidak direvisi, maka terjadilah
kontradiktif dengan kitab Raja-raja. Sebab dalam kitab II Raja-raja
24:8 disebutkan bahwa Yoyakhin berusia 18 tahun ketika jadi raja
Yerusalem.
"Yoyakhin berumur delapan belas tahun pada waktu ia menjadi raja dan
tiga bulan lamanya ia memerintah di Yerusalem" (II Raja-raja 24: 8,
Alkitab tahun 2002).
Jika kontradiksi antara kitab Tawarikh dengan kitab Raja-raja itu
dibiarkan, maka Alkitab (Bibel) tidak laku di pasaran dan "ketinggalan
kereta" dengan kitab-kitab suci agama lainnya.
Mendengar jawaban itu, Kristen tahun 1928 bisa menerima dan memahami.
Tapi mereka masih belum puas, karena masih ada pertanyaan yang belum
terjawab, kenapa nama "Yehoyakim" diganti "Yoyakim" dan nama
"Yehoyakhin" diganti "Yoyakhin"? Sebab penambahan huruf dalam nama
seseorang itu bisa merubah makna yang sangat jauh.
Dengan data-data ini, jelaslah bahwa ada ayat kontradiktif dalam
Bibel. Adanya revisi ayat untuk menghilangkan kontradiktif, justru
semakin membuktikan bahwa dalam Bibel ada campur tangan manusia. [A
Ahmad Hizbullah MAG/suara-islam.com]
justru dialami oleh Bibel, terutama dalam kitab Perjanjian Lama.
Misalnya tentang kisah kekayaan Raja Sulaiman (Salomo) dalam kitab 1
Raja-raja 4:26 sebagai berikut:
"Dan lagi adalah pada radja Solaiman empatpuluh ribu kandang akan
segala rata baginda dan duabelas ribu orang berkuda" (Alkitab terbitan
Lembaga Alkitab tahun 1960).
"Lagipula Salomo mempunyai kuda empat ribu kandang untuk
kereta-keretanya dan dua belas ribu orang berkuda" (Alkitab terbitan
Lembaga Alkitab tahun 1979).
Perhatikan baik-baik, dalam ayat yang sama yang diterbitkan berbeda
tahun, terjadi korupsi angka 90 persen dari angka 40.000 menjadi
4.000.
Pemangkasan angka dari 40.000 menjadi 4.000 dalam kitab Raja-raja itu
jelas bukan sekedar memperbaiki redaksi bahasa, melainkan merombak
esensi ayat secara signifikan. Karena bagaimanapun juga, penambahan
satu angka nol (0) sangat besar artinya. Merubah 40.000 menjadi 4.000
itu berarti membuang nilai 36.000. Satu angka yang cukup fantastis,
terlebih bila tertera dalam kitab suci firman Tuhan.
Kekeliruan satu angka nol (0) dalam dunia bisnis saja sangat fatal
akibatnya, terlebih jika menimpa kitab suci. Betapa aneh jika dalam
ayat yang sama dengan cerita yang sama pula, selisih 19 tahun
penerbitan angka 40.000 berkurang satu angka nol menjadi 4.000.
Bila diteliti lebih lanjut, ternyata revisi angka itu sangat manjur
untuk membuang kontradiksi ayat. Sebab jika Alkitab tahun 1960 itu
tidak direvisi, maka terjadilah kontradiksi ayat mengenai kekayaan
Raja Salomo dengan versi kitab Tawarikh yang menyebutkan bahwa Salomo
hanya memiliki 4.000 kandang kuda. Perhatikan ayat berikut:
"Salomo mempunyai juga empat ribu kandang untuk kuda-kudanya dan
kereta-keretanya dan dua belas ribu orang berkuda, yang ditempatkan
dalam kota-kota kereta dan dekat raja di Yerusalem" (2 Tawarikh 9:25).
"And Solomon had four thousand stalls for horses and chariots, and
twelve thousand horsemen; whom he bestowed in the chariot cities, and
with the king at Jerusalem" (2 Chronicles 9:25, King James Version).
Supaya tidak kontradiktif, maka dibuanglah satu angka nol dalam kitab
Raja-raja. Tapi tanpa disadari, hal ini justru mengakibatkan
kontradiksi yang lebih nyata antara ayat yang sama terhadap cetakan
tahun yang berbeda.
Kontradiksi dan revisi ayat Bibel yang tak kalah fatalnya adalah
mengenai angka tahun, dalam ayat berikut:
"Adapon oemoer Jehojachin pada masa ija naik radja itoe doelapan
tahoen, maka karadjanlah ija diJeroezalim tiga boelan dan sapoeloeh
hari lamanja, maka dipêrboewatnja barang jang djahat kepada
pêmandangan Toehan" (2 Tawarikh 36:9, Alkitab tahun 1928).
"Yoyakhin berumur delapan belas tahun pada waktu ia menjadi raja dan
tiga bulan sepuluh hari lamanya ia memerintah di Yerusalem. Ia
melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. (2 Tawarikh 36:9, Alkitab
tahun 2002).
Ayat yang sama dalam dua versi tersebut jelas bertentangan dan tidak
mungkin keduanya diyakini sebagai kebenaran. Pasti ada salah satu yang
salah, bahkan bisa jadi keduanya salah.
Penambahan angka satu (1) pada angka 8 tersebut bukan tak ada artinya.
Sebab bila angka dalam ayat itu tidak direvisi, maka terjadilah
kontradiktif dengan kitab Raja-raja. Sebab dalam kitab II Raja-raja
24:8 disebutkan bahwa Yoyakhin berusia 18 tahun ketika jadi raja
Yerusalem.
"Yoyakhin berumur delapan belas tahun pada waktu ia menjadi raja dan
tiga bulan lamanya ia memerintah di Yerusalem" (II Raja-raja 24: 8,
Alkitab tahun 2002).
Jika kontradiksi antara kitab Tawarikh dengan kitab Raja-raja itu
dibiarkan, maka Alkitab (Bibel) tidak laku di pasaran dan "ketinggalan
kereta" dengan kitab-kitab suci agama lainnya.
Mendengar jawaban itu, Kristen tahun 1928 bisa menerima dan memahami.
Tapi mereka masih belum puas, karena masih ada pertanyaan yang belum
terjawab, kenapa nama "Yehoyakim" diganti "Yoyakim" dan nama
"Yehoyakhin" diganti "Yoyakhin"? Sebab penambahan huruf dalam nama
seseorang itu bisa merubah makna yang sangat jauh.
Dengan data-data ini, jelaslah bahwa ada ayat kontradiktif dalam
Bibel. Adanya revisi ayat untuk menghilangkan kontradiktif, justru
semakin membuktikan bahwa dalam Bibel ada campur tangan manusia. [A
Ahmad Hizbullah MAG/suara-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar