Masalah Kata ”Allah” di Malaysia dan Indonesia (2)

Oleh: DR. Adian Husaini, M.A.
Pengantar: Masalah penggunaan kata "Allah" di Malaysia sekarang
menyita banyak perhatian masyarakat internasional. Tidak hanya di
Malaysia, di Indonesia pun, sejumlah media massa menurunkan berita dan
opini seputar masalah ini. Sejumlah pihak mengirimi saya beberapa
berita dan opini melalui email dan meminta tanggapan. Untuk sedikit
menjernihkan masalah ini, berikut ini saya turunkan tulisan, yang –
karena agak panjang – saya bagi menjadi tiga serial Catatan Akhir
Pekan (CAP) ke-277, 278, dan 279). Sebagian data di sini sudah pernah
kita sajikan dalam CAP-CAP sebelumnya. Untuk memudahkan pemahaman,
data itu kita ungkapkan lagi, diramu dengan berbagai data baru yang
penulis temukan. . .
Kasus "penggunaan kata Allah" di Malaysia rupanya masih belum
berujung. Kasus yang sudah bermula tahun 2007 ini kembali memanas
setelah Mahkamah Tinggi Kuala Lumpur pada 31 Desember 2009 membenarkan
penggunaan kata ''Allah'', sebagai pengganti kata Tuhan, oleh surat
kabar Katholik Herald-The Catholic Weekly terbitan Gereja Katolik
Roma, Malaysia.
Alkisah, kaum Muslim di Malaysia, diwakili pemerintah Malaysia,
berkeberatan dengan keputusan tersebut dan mengajukan Banding ke
peradilan yang lebih tinggi. Di Malaysia, masalah ini memang sangat
menyita perhatian publik. Pada 1 April 2009 lalu, saya sempat
menghadiri sebuah seminar tentang kontroversi penggunaan kata Allah
bagi Majalah Katolik ini di Kuala Lumpur. Bagi kaum Muslim dan
pemerintah Malaysia, pelarangan penggunaan nama Allah bagi kaum
non-Muslim memang memiliki dasar hukum yang kuat. Sebab, di hampir
seluruh negara bagian di Malaysia, memang ada peraturan yang melarang
kaum non-Muslim menggunakan sejumlah istilah khas dalam Islam, seperti
Allah, Baitullah, Rasulullah, dan sebagainya.
Di Malaysia, Islam adalah "agama resmi negara" (agama Persekutuan).
Kaum non-Muslim dilarang menyebarkan agama mereka kepada kaum Muslim.
Sebab, sesuai konstitusi Malaysia, salah satu tugas pemerintah adalah
melindungi aqidah Islam.
Di Malaysia, Islam adalah "agama resmi negara" (agama Persekutuan).
Di Malaysia, istilah Melayu identik dengan Islam. (Sebaliknya, di
Indonesia, banyak yang memahami istilah "Melayu" identik dengan "lagu
dangdut"). Kamus Dewan yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan
Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur, 1989, juga
menegaskan keidentikan antara Islam dengan Melayu. Disebutkan, bahawa
istilah "masuk Melayu" mempunyai dua arti, yaitu (1) mengikut cara
hidup orang-orang Melayu dan (2) masuk Islam. Menyadari pentingnya
kedudukan akidah Islam untuk menjaga ketahanan masyarakat Malaysia,
Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) – satu institusi Islam resmi
di bawah pemerintah Malaysia -- menyatakan:
"Kerajaan tidak pernah bersikap sambil lewa dalam hal-hal yang
berkaitan dengan akidah umat Islam. Segala pendekatan dan saluran
digunakan secara bersepadu dan terancang bermula dari pendidikan
hinggalah ke penguatkuasaan undang-undang semata-mata untuk melihat
akidah umat Islam terpelihara di bumi Malaysia". (Lihat,
http://www.islam.gov.my/e-rujukan/islammas.html).
Jadi, dalam soal kenegaraan, Malaysia memang beda dengan Indonesia.
Meskipun jumlah umat Muslim hanya sekitar 60 persen, Malaysia dengan
tegas menyatakan dirinya sebagai kelanjutan Kerajaan-kerajaan Melayu
Islam, dan Islam ditempatkan dalam konstitusi negara sebagai agama
negara (agama Persekutuan). Dalam kaitan inilah, pemerintah Malaysia
melarang penggunaan kata "Allah" untuk penerbitan buku dan referensi
kaum non-Muslim di negara itu. Malaysia juga pernah menyita belasan
ribu kitab suci umat Kristen, Alkitab, yang diimpor dari Indonesia
yang menggunakan kata "Allah."
Majalah Katolik Herald edisi bahasa Inggris memang tidak menggunakan
kata Allah. Tapi, kata Allah mereka gunakan untuk edisi bahasa Melayu.
Karena itulah, kaum Muslim di Malaysia melihat, ini salah satu
indikasi jelas, bahwa ada tujuan "misi Kristen" di balik penggunaan
kata Allah tersebut. Tapi, kaum Katolik di Malaysia berkeberatan
dengan larangan pemerintah atas penggunaan kata "Allah" di media
mereka. Gugatan kaum Katolik ini kemudian dikabulkan oleh pengadilan.
Hanya saja, pada 4 Januari 2010, pemerintah Malaysia mengajukan
banding atas putusan Pengadilan Tinggi itu. Pemerintah juga meminta
agar putusan pengadilan itu ditangguhkan, sampai muncul putusan atas
banding itu.
Masalah penggunaan kata "Allah" di Malaysia ini telah menyita
perhatian dunia internasional. Pelarangan penggunaan kata "Allah" di
Malaysia sebenarnya sudah berlangsung sejak awal tahun 1980-an.
Sejumlah media di Indonesia – baik cetak maupun elektronik – pun ikut
menyiarkan berita di Malaysia tersebut. Apalagi, menyusul keputusan
Pengadilan Tinggi, terjadilah penyerangan terhadap sejumlah Geraja di
Malaysia. Ditengarai, serangan itu dilakukan akibat marahnya sebagian
kaum Muslim atas keputusan tersebut.
Sikap umat Islam di Malaysia sendiri terbelah. Jika pemerintah
Malaysia – yang didominasi Partai UMNO -- melarang penggunaan kata
Allah oleh kaum Kristen, sikap sebaliknya ditunjukkan oleh Partai
Islam se-Malaysia (PAS). Partai yang sering dikategorikan sebagai
"partai Islam" ini justru menyatakan tidak keberatan dengan
penggunaan kata "Allah" sebagai alternatif kata Tuhan untuk kalangan
non-Muslim. Menurut PAS, kata Allah bisa digunakan oleh para penganut
agama keturunan Nabi Ibrahim - yang dikenal oleh umat Nasrani dan
Yudaisme sebagai Abraham. Harian yang terbit di Malaysia, The Star,
melaporkan adanya pertemuan Dewan Pimpinan PAS, pada 4 Januari 2010,
yang menghasilkan keputusan tersebut. Presiden PAS, Hadi Awang,
menyatakan, bahwa penggunaan kata Allah di luar non-Muslim ada
syaratnya, yakni kata "Allah" tidak boleh disalahgunakan untuk
kepentingan yang bisa mengganggu kerukunan beragama di Malaysia.
Bagi saya yang beberapa tahun tinggal di Malaysia dan pernah cukup
intens mengikuti pergumulan politik di Malaysia melalui media massa,
sikap PAS itu bisa dipahami sangat kental nuansa politisnya. Konflik
PAS dan UMNO seperti sudah mendarah daging. Bagi kita, kaum Musim
Indonesia, tentu sangat heran, mengapa kedua partai yang sama-sama
berbasis Melayu ini tidak bisa bersatu dalam pandangan dan sikapnya
dalam hal-hal yang bersifat keagamaan, dan melupakan pandangan politis
mereka. Namun, kita juga bisa memahami, jika melihat kondisi serupa
yang terjadi pada sejumlah partai Islam di Indonesia. Kadangkala,
sebagai orang yang berada di luar partai, kita mengharapkan, agar
partai-partai Islam itu dapat bersatu untuk sama-sama memperjuangkan
aspirasi Islam. Tapi, itulah realitasnya; baik di Malaysia atau pun di
Indonesia.
Pernyataan PAS yang menyatakan, bahwa agama Yahudi dan Kristen adalah
pelanjut agama Ibrahim pun lebih bertendensi politis dan sosiologis.
Pernyataan PAS yang menyatakan, bahwa agama Yahudi dan Kristen adalah
pelanjut agama Ibrahim pun lebih bertendensi politis dan sosiologis.
Secara aqidah, menurut Islam, jelas Islam menolak klaim Yahudi dan
Kristen bahwa mereka adalah pelanjut agama Ibrahim a.s. Seorang
Muslim, yang berpikir dalam perspektif Islamic worldview, akan sangat
yakin, bahwa 'agama Ibrahim' adalah agama Tauhid. Dan sebab itu, hanya
Islamlah yang konsisten melanjutkan ajaran Tauhid Nabi Ibrahim.
Al-Quran menjelaskan: "Dan siapakah yang lebih baik din-nya daripada
orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun
mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti millah Ibrahim yang hanif." (QS
4:125).
"Ibrahim bukanlah Yahudi atau Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang
hanif dan Muslim, dan dia bukanlah orang musyrik." (QS 3:67).
Secara aqidah, menurut Islam, jelas Islam menolak klaim Yahudi dan
Kristen bahwa mereka adalah pelanjut agama Ibrahim a.s.
Meskipun Yudaisme adalah agama yang ber-Tuhan satu (monoteis), tetapi
kaum Muslim meyakini bahwa telah terjadi penyimpangan (tahrif) yang
serius pada Kitab Yahudi (juga Kristen). Menurut Al Quran, orang-orang
Yahudi dan Nasrani telah mengubah-ubah kitab yang diturunkan Allah,
menyembunyikan kebenaran, dan menulis kitab menurut keinginan dan hawa
nafsu mereka sendiri.
"Sebagian dari orang-orang Yahudi mengubah kalimat-kalimat dari
tempatnya." (An Nisa: 46). "Maka apakah kamu ingin sekali supaya
mereka beriman karena seruanmu, padahal sebagian mereka ada yang
mendengar firman Allah, lalu mengubahnya sesudah mereka memahaminya,
sedangkan mereka mengetahuinya." (al-Baqarah:75). "Sungguh celakalah
orang-orang yang menulis al-kitab dengan tangan mereka, lalu mereka
katakan: "Ini adalah dari Allah." (mereka lakukan itu) untuk mencari
keuntungan sedikit. Sungguh celakalah mereka karena aktivitas mereka
menulis kitab-kitab (yang mereka katakan dari Allah itu), dan sungguh
celakalah mereka akibat tindakan mereka." (Al-Baqarah:79).
Monoteisme memang mengakui Tuhan yang satu. Tetapi, monoteisme belum
tentu sama dengan Tauhid. Dalam konsep Islam, Tauhid adalah pengakuan
Allah sebagai satu-satunya Tuhan, disertai unsur ikhlas dan rela
diatur oleh Allah SWT. Maka, syahadat Islam berbunyi "Tidak ada tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah". Syahadat Islam bukan
berbunyi: "Tidak ada tuhan selain Tuhan", juga bukan "Tidak ada tuhan
selain Yahweh". Karena itu, jika orang menyembah Tuhan yang satu,
tetapi yang 'yang satu' itu adalah Fir'aun, maka dia tidak bisa
disebut 'bertauhid'. Iblis pun tidak bisa dikatakan bertauhid, tetapi
disebut kafir, karena menolak tunduk kepada Allah, meskipun dia tahu
bahwa Allah sebagai satu-satunya Tuhan.
Dalam perspektif seorang Muslim yang memegang teguh Islamic worldview,
memasukkan agama Yahudi sebagai pelanjut agama Ibrahim, adalah
pernyataan yang sangat bermasalah. Kaum Yahudi memang menyembah Tuhan
yang satu. Tetapi, hingga kini, mereka masih berselisih paham tentang
siapa Tuhan yang satu itu? Sebagian menyebut-Nya sebagai 'Yahweh'.
Tetapi, dalam tradisi Yahudi, nama Tuhan tidak boleh diucapkan. Oxford
Concise Dictionary of World Religions menulis: "Yahweh: The God of
Judaism as the 'tetragrammaton YHWH', may have been pronounced. By
orthodox and many other Jews, God's name is never articulated, least
of all in the Jewish liturgy."
. . . memasukkan agama Yahudi sebagai pelanjut agama Ibrahim, adalah
pernyataan yang sangat bermasalah. . . .
. . . Kaum Yahudi memang menyembah Tuhan yang satu. Tetapi, hingga
kini, mereka masih berselisih paham tentang siapa Tuhan yang satu itu?
. . .

Karena menolak beriman kepada kenabian Muhammad saw, maka kaum Yahudi
dan Kristen kehilangan jejak kenabian dan Tauhid. Dalam pandangan
Islam, kaum Yahudi telah kehilangan data-data valid dalam Kitab
mereka. Ini juga ditulis oleh Th.C.Vriezen, dalam buku "Agama Israel
Kuno" (Jakarta: BPK, 2001):
"Ada beberapa kesulitan yang harus kita hadapi jika hendak membahas
bahan sejarah Perjanjian Lama secara bertanggung jawab. Sebab yang
utama ialah bahwa proses sejarah ada banyak sumber kuno yang
diterbitkan ulang atau diredaksi (diolah kembali oleh penyadur)…
Namun, ada kerugiannya yaitu adanya banyak penambahan dan perubahan
yang secara bertahap dimasukkan ke dalam naskah, sehingga sekarang
sulit sekali untuk menentukan bagian mana dalam naskah historis itu
yang orisinal (asli) dan bagian mana yang merupakan sisipan."
Jadi, dalam pandangan Islam, Yudaisme (agama Yahudi) bukanlah agama
yang dibawa oleh Nabi Musa a.s. Tetapi, Yudaisme adalah agama yang
menyeleweng dari agamanya dari Musa a.s. CM Pilkington, dalam Judaism,
menulis: "It was in the 1880's that the term 'Judaism' became widely
used and this bacause social and political emancipation then made it
necessary for Jews to work out for non-Jews..." Juga disebutkan,
"Judaism is the religion of the Jewish people, upon whom its faith and
obligations are binding. The relationship between God and the people
of Israel is fundamental." Siapakah yang disebut Yahudi? "According to
Jewish Law, as codified in the Talmud and defined by rabbis from late
antiquity to the present day, a Jew is a person who is born of a
Jewish mother or has been converted to Judaism." Louis Jacobs, seorang
teolog Yahudi merumuskan: "A Judaism without God is no Judaism. A
Judaism without Torah is no Judaism. A Judaism without Jews is no
Judaism." (Pilkington, Judaism, (London: Hodder Headline Ltd.,
2003).
Bagi kaum Musim, maka persoalan paling serius dalam Yudaism adalah
penolakan mereka terhadap kenabian Muhammad saw. Nabi Isa a.s. pernah
mengajak kaumnya (bangsa Yahudi) agar mengimani kenabian Muhammad saw:
"Dan ingatlah ketika Isa Putra Maryam berkata: "Hai Bani Israil,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian, membenarkan kitab
yang turun sebelumku yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan
(datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya
Ahmad. Maka, tatkala Rasul itu datang kepada mereka, dengan membawa
bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, "Ini adalah sihir yang nyata."
(QS ash-Shaf:6).
Bagi kaum Musim, maka persoalan paling serius dalam Yudaism adalah
penolakan mereka terhadap kenabian Muhammad saw.
Berbeda dengan konsep Yahudi, Islam sangat menekankan bahwa karunia
Allah kepada bangsa Yahudi dikaitkan dengan ketaatan atas perjanjian
mereka dengan Allah. Islam tidak mengakui sama sekali adanya konsep
yang menyatakan Yahudi sebagai bangsa pilihan dan mendapat karunia
sampai kapan pun, tanpa memandang, apakah mereka taat atau tidak
kepada Allah. (QS 2:85). Dalam sejumlah ayat Bible memang disebutkan
Israel sebagai anak Tuhan "son of God". Kitab Keluaran 4:22-24
menyatakan: "Maka engkau harus berkata kepada Firaun: Beginilah firman
Tuhan: Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung; Biarkanlah anak-Ku
itu pergi, supaya ia beribadah kepada-Ku; tetapi jika engkau menolak
membiarkannya pergi, maka Aku akan membunuh anakmu, anakmu yang
sulung. Tetapi di tengah jalan, di suatu tempat bermalam, Tuhan
bertemu dengan Musa dan berikhtiar untuk membunuhnya."
Islam sangat menekankan bahwa karunia Allah kepada bangsa Yahudi
dikaitkan dengan ketaatan atas perjanjian mereka dengan Allah.
Islam tidak mengakui sama sekali adanya konsep yang menyatakan Yahudi
sebagai bangsa pilihan dan mendapat karunia sampai kapan pun, tanpa
memandang, apakah mereka taat atau tidak kepada Allah.
Tetapi, Al-Quran menyebutkan, kaum Yahudi adalah bangsa yang sangat
rasialis. Allah SWT berfirman (yang terjemahnya): "Katakanlah: hai
orang-orang Yahudi, jika kamu mengaku bahwa sesungguhnya kamu saja
yang merupakan kekasih Allah, bukan manusia-manusia lainnya, maka
harapkanlah kematian, jika kamu adalah orang-orang yang benar."
(Al-Jumu'ah: 6).
Dengan klaim sebagai pelanjut keturunan Ibrahim yang sah itulah, kaum
Yahudi menggunakan haknya untuk mengusir bangsa Palestina dari negeri
mereka. Bahkan, sebagian kelompok, seperti pengikut Meir Kahane,
memperbolehkan digunakannya tindak kekerasan untuk mengusir bangsa
non-Yahudi dari Palestina. Salah seorang pengikut aliran ini, Yigal
Amir, pernah membunuh Yitzak Rabin karena menegosiasikan Tanah yang
dijanjikan Tuhan itu (the promised land) dengan bangsa non-Yahudi.
Dengan klaim sebagai pelanjut keturunan Ibrahim yang sah itulah, kaum
Yahudi menggunakan haknya untuk mengusir bangsa Palestina dari negeri
mereka.
Sikap rasialis Yahudi yang mengklaim sebagai pewaris darah Ibrahim
yang sah ini telah dikecam oleh dunia internasional. Resolusi Majelis
Umum PBB, No 3379, 10-11- 1975 menyatakan: "Zionisme adalah sebentuk
rasisme dan diskriminasi rasial." Konferensi Asia-Afrika Bandung,
Indonesia, 1955, menyebut Zionisme sebagai: "the last chapter in the
book of old colonialism, and the one of the blackest and darkest
chapter in human history".
Tokoh Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Dr. Roeslan Abdulgani juga
mencatat: "Zionisme boleh dikatakan sebagai kolonialisme yang paling
jahat dalam jaman modern sekarang ini. Ia berbau rasialisme." Kritikan
keras terhadap rasialis kaum Yahudi juga diberikan oleh cendekiawan
terkenal Israel, Prof. Israel Shahak. Dalam bukunya, Jewish History,
Jewish Religion, Shahak menulis: "In my view, Israel as a Jewish state
constitutes a danger not only to itself and its inhabitants, but to
all Jew and to all other peoples and states in the Middle East and
beyond."
Zionisme boleh dikatakan sebagai kolonialisme yang paling jahat dalam
jaman modern sekarang ini. Ia berbau rasialisme." -Dr. Roeslan
Abdulgani-
Karena itulah, Islam mengecam keras klaim rasialis Yahudi. Kaum Muslim
mengikatkan diri dengan Ibrahim a.s., hanya mendasarkan diri pada
garis keimanan, bukan "garis darah". Maka, dalam perspektif keimanan
Islam, hanya Islamlah agama yang menjadi pelanjut agama Ibrahim a.s.
yang sah. Sebab, hanya Islam yang mengakui garis kenabian dari Ibrahim
a.s. sampai kepada Nabi Muhammad saw.
Karena itu, dalam pandangan Islam, agama Yahudi (Yudaisme) saat ini
bukanlah pelanjut yang absah dari agama Ibrahim a.s. Begitu juga
dengan agama Kristen. Dalam pandangan Islam, agama Kristen saat ini
adalah agama yang menyimpang dari agama Nabi Isa a.s. Sebab, sama
dengan Yahudi, Kristen juga menolak kenabian Muhammad saw dan bahkan
mengangkat status Nabi Isa a.s. sebagai Tuhan. Al-Quran memberikan
kritik-kritik yang sangat mendasar terhadap konsep ketuhanan Kristen
ini. (QS 19:88-91, 5:72-75, dll.). Secara tegas, Al-Quran menyebutkan,
bahwa Nabi Isa a.s. pernah menyeru Bani Israil agar mengakuinya
sebagai Rasul, utusan Allah, dan mengabarkan kedatangan Nabi Muhammad
saw.
Sebagai agama wahyu (agama samawi) yang bersumberkan pada wahyu yang
bersifat universal dan final, posisi Islam terhadap agama lain
bersifat final dan tidak mengikuti dinamika sejarah. Setelah wahyu
Allah SWT sempurna diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, maka Allah
menegaskan, bahwa "Pada Hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu,
dan Aku cukupkan bagimu nikmat-Ku, dan Aku ridhai Islam sebagai
agamamu." (Al-Maidah : 3).
Ayat tersebut secara tegas menyebutkan, bahwa "Islam" adalah agama
yang diridhai oleh Allah. Dan kata "Islam" dalam ayat ini adalah
menunjuk kepada nama agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad saw. Bahkan, secara tegas, nama agama ini diberi nama "Islam"
setelah sempurna diturunkan oleh Allah kepada Nabi-Nya yang terakhir,
yakni Nabi Muhammad saw.
Para pengikut nabi-nabi sebelumnya diberi sebutan sebagai "muslimun",
tetapi nama agama para nabi sebelumnya, tidak secara tegas diberi nama
"Islam", sebagaimana agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Meskipun, semua agama yang dibawa oleh para nabi mengandung inti
ajaran yang sama, yakni ajaran Tauhid.
Namun, agama-agama para nabi sebelumnya, saat ini sudah sulit
dipastikan keotentikannya, karena kitab mereka sudah mengalami tahrif
(perubahan-perubahan) dari pemeluknya. (QS 2:59, 75, 79). Karena
itulah, menurut Islam, harusnya pengikut para nabi sebelumnya, seperti
kaum Yahudi dan Nasrani, juga mengimani Muhammad sebagai nabi Allah
SWT. Rasulullah saw bersabda: "Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad,
tidak ada seorang pun baik Yahudi maupun Nashrani yang mendengar
tentang diriku dari Umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman
terhadap ajaran yang aku bawa kecuali ia akan menjadi penghuni
neraka." (HR Muslim)
. . . agama-agama para nabi sebelumnya, saat ini sudah sulit
dipastikan keotentikannya, karena kitab mereka sudah mengalami tahrif
(perubahan-perubahan) dari pemeluknya. . .
Karakter Islam
Karena Islam memelihara kontinuitas kenabian, maka dalam pandangan
Islam, Islam adalah satu-satunya agama yang memelihara kontinuitas
wahyu. Karena itu, Islam bisa dikatakan sebagai satu-satunya agama
wahyu, dan satu-satunya agama yang memiliki ritual yang universal,
final, dan otentik. Ini disebabkan Islam memiliki teladan (model) yang
final sepanjang zaman. Sifat otentisitas dan universalitas Islam masih
terpelihara hingga kini. Meskipun zaman berganti, ritual dalam Islam
tidak berubah. Shalatnya orang Islam di mana pun sama. Tidak pandang
waktu dan tempat. (Tentang konsep Islam sebagai "true submission",
lihat disertasi Dr. Fatimah Bt. Abdillah di ISTAC, Kuala Lumpur, yang
berjudul An Analysis of the Concept of Islam as "True Submission" on
the Basis of Al-Attas Approach, 1998).

Karena Islam memelihara kontinuitas kenabian, maka dalam pandangan
Islam, Islam adalah satu-satunya agama yang memelihara kontinuitas
wahyu.
Sebagai agama wahyu, Islam memiliki berbagai karakter khas. Pertama,
diantara agama-agama yang ada, Islam adalah agama yang namanya secara
khusus disebutkan dalam Kitab Sucinya. Nama agama-agama selain Islam
diberikan oleh para pengamat keagamaan atau oleh manusia, seperti
agama Yahudi (Judaisme), agama Katolik (Katolikisme), agama Protestan
(Protestantisme), agama Budha (Budhisme), agama Hindu (Hinduisme),
agama Konghucu (Konfusianisme), dan sebagainya. Sedangkan Islam
tidaklah demikian. Nama Islam, sebagai nama sebuah agama yang
diturunkan kepada Nabi Muhamamd saw, sudah disebutkan ada dalam
Al-Quran:
"Sesungguhnya agama yang diridhai oleh Allah adalah Islam." (QS 3:19).
"Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan akan
diterima dan di akhirat nanti akan termasuk orang-orang yang merugi."
(QS 3:85).
. . .Islam adalah agama yang namanya secara khusus disebutkan dalam
Kitab Sucinya.
Nama agama-agama selain Islam diberikan oleh para pengamat keagamaan
atau oleh manusia, seperti agama Yahudi (Judaisme), agama Katolik
(Katolikisme), agama Protestan (Protestantisme), agama Budha
(Budhisme), agama Hindu (Hinduisme), agama Konghucu (Konfusianisme), .
.
Tentang nama Islam sebagai nama agama, cendekiawan besar dari Malaysia
Syed Muhammad Naquib al-Attas mencatat dalam bukunya, Prolegomena to
The Metaphysics of Islam: "There is only one genuine revealed
religion, and its name is given as Islam, and the people who follow
this religion are praised by God as the best among mankind… Islam,
then, is not merely a verbal noun signifying 'submission'; it is also
the name of particular religion descriptive of true submission, as
well as the definition of religion: submission to God."
Demikianlah posisi teologis Islam. Posisi ini tentu saja berbeda
dengan posisi teologis Yahudi dan Kristen. Perbedaan ini harus diakui
dan dihormati. Bagaimana pun, kaum Yahudi dan Kristen tidak menerima
konsep kenabian Muhammad sebagai utusan Allah yang terakhir. Dengan
kata lain, dalam pandangan Yahudi dan Kristen, Muhammad saw bukanlah
seorang nabi, tetapi seorang pembohong. Dr. Abraham Geiger (m. 1871),
salah satu tokoh Yahudi yang menjadi perintis studi al-Quran di Barat,
menulis sebuah buku berjudul What did Muhammad Borrow from Judaism?
Pada posisinya sebagai Yahudi, ia menuduh Nabi Muhammad saw telah
menjiplak Bibel dan tradisi ritual Yahudi. Geiger menulis: "Muhammad
like the rabbis prescribes the standing position for prayer."
Kaum Muslim dilarang memaksakan keimanan dan keyakinan mereka kepada
kaum Yahudi dan Kristen serta pemeluk agama mana pun. Sebab, telah
jelas mana yang benar dan mana yang salah. (QS 2:256). Karena itu,
sejak awal kehadirannya, Islam sudah diperintahkan mengakui dan
menghormati keyakinan agama lain. Tetapi pada saat yang sama, kaum
Muslim juga diperintahkan, agar memproklamasikan dirinya sebagai
Muslim: Isyhaduu bi-anna Muslimun. (Saksikanlah bahwa kami adalah
Muslim). Seorang anak yang Muslim tetap wajib menghormati kedua orang
tuanya, meskipun mereka belum memeluk Islam. Rasulullah juga membangun
hubungan baik dengan tetangganya yang Yahudi.
Jadi, menurut Islam, sangatlah tidak benar, jika problem politik dan
sosial sampai mengubah konsep teologis kaum Muslim terhadap agama
lain. Berbeda dengan kaum Pluralis agama yang berjuang untuk
menggerus keyakinan tiap agama – digantikan dengan konsep global
theology – Islam memandang kerukunan umat beragama harus dibangun di
atas dasar penghormatan kepada keyakinan masing-masing agama. Karena
ada perbedaan itulah, maka ada dialog dan diskusi. Karena ada
perbedaan itulah ada dinamika hidup dan upaya membangun saling
pengertian dan kerukunan. Bukan justru merusak keyakinan masing-masing
agama untuk dibawa kepada satu agama baru bernama "Pluralisme Agama".
Jadi, menurut Islam, sangatlah tidak benar, jika problem politik dan
sosial sampai mengubah konsep teologis kaum Muslim terhadap agama
lain.
(PurWD/voa-islam)
*Sumber: www.adianhusaini.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar