Polemik Islam Kristen Tentang Puasa Romadhon

Umat Islam yang beriman pasti menyambut bulan Ramadhan yang penuh
ampunan dan barakah dengan suka cita. Betapa tidak, dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari disebutkan bahwa Allah memberikan
berbagai keistimewaan kepada Ramadhan, antara lain: pintu-pintu surga
terbuka lebar, pintu neraka ditutup rapat, dan ketika setan-setan
dibelenggu tak berdaya, bau mulut yang sedang puasa itu lebih wangi di
sisi Allah dibandingkan bau kesturi, dan diampuni dosa-dosa yang telah
lewat.
Sebagai imbalannya, Allah sendiri yang akan mengganjar dengan surga
khusus bagi orang yang berpuasa (shaum): "Sesungguhnya di surga itu
ada sebuah pintu yang dinamakan Royyan, ahli puasa akan memasukinya
melalui pintu itu pada hari kiamat, tidak seorang pun selain mereka
memasuki melalui pintu itu" (HR Al-Bukhari).
Puasa dalam Alkitab (Bible)
Ir Herlianto, ilmuwan Kristen dari Yabina Ministry Bandung menyoal
puasa, "Asal perintah puasa dalam Perjanjian Lama tidak jelas,
tercatat ketika Israel menghadapi Filistin mereka mengaku dosa dan
berpuasa."
Pernyataan ini tidak benar, hanya menutupi kebenaran, seolah-oleh
puasa itu bukan perintah Tuhan. Padahal dalam kitab Taurat dengan
jelas Nabi Musa diwajibkan untuk berpuasa dan berhenti total dari
segala aktivitas. Bila dilanggar, sangsinya adalah dilenyapkan dan
dibinasakan oleh Tuhan. Ketetapan ini berlaku sepanjang masa
selama-lamanya.
"Inilah yang harus menjadi ketetapan untuk selama-lamanya bagi kamu,
yakni pada bulan yang ketujuh, pada tanggal sepuluh bulan itu kamu
harus merendahkan diri dengan berpuasa dan janganlah kamu melakukan
sesuatu pekerjaan, baik orang Israel asli maupun orang asing yang
tinggal di tengah-tengahmu…Hari itu harus menjadi sabat, hari
perhentian penuh, bagimu dan kamu harus merendahkan diri dengan
berpuasa. Itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya" (Imamat 16:
29-31; bdk. Bilangan 29: 7).
"Akan tetapi pada tanggal sepuluh bulan yang ketujuh itu ada hari
Pendamaian; kamu harus mengadakan pertemuan kudus dan harus
merendahkan diri dengan berpuasa dan mempersembahkan korban api-apian
kepada Tuhan. Pada hari itu janganlah kamu melakukan sesuatu
pekerjaan; itulah hari Pendamaian untuk mengadakan pendamaian bagimu
di hadapan Tuhan, Allahmu. Karena setiap orang yang pada hari itu
tidak merendahkan diri dengan berpuasa, haruslah dilenyapkan dari
antara orang-orang sebangsanya. Setiap orang yang melakukan sesuatu
pekerjaan pada hari itu, orang itu akan Kubinasakan dari tengah-tengah
bangsanya" (Imamat 23: 27-30).
Nabi-nabi yang lain pun mengekspresikan syariat puasa sesuai dengan
situasi yang berlangsung.
a. Puasa pada masa Samuel untuk bertaubat kepada Tuhan (I Samuel 7:6)
dan berkabung (I Samuel 31:13; II Samuel 1:12).
b. Nabi Daud berpuasa sampai badannya kurus kehabisan lemak (Mazmur 109:24);
c. Nehemia berpuasa ketika berkabung (Nehemia 1:4),
d. Daniel juga berpuasa (Daniel 9:3),
e. Yoel berpuasa bersama penduduk negerinya (Yoel 1:14),
f. Yunus berpuasa (Yunus 3:5),
g. Zakharia diperintah Tuhan untuk berpuasa (Zakharia 7:5),
h. warga Yerusalem berpuasa pada bulan kesembilan (Yeremia 36:9), dll.
i. Nabi Musa dan Yesus sama-sama berpuasa selama 40 hari. Musa
berpuasa jasmani dan rohani, tidak makan dan tidak minum selama 40
hari 40 malam pada saat menerima Sepuluh Firman (The Ten
Commandments):
"Dan Musa ada di sana bersama-sama dengan TUHAN empat puluh hari empat
puluh malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air, dan ia
menuliskan pada loh itu segala perkataan perjanjian, yakni Kesepuluh
Firman" (Keluaran 34:28).
Sementara Yesus berpuasa 40 hari 40 malam hingga kelaparan pada saat
dicobai iblis di padang gurun. "Dan setelah berpuasa empat puluh hari
dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus" (Matius 4:2).
Dalam Injil sendiri, puasa adalah identitas ketakwaan, kesalehan dan
kepatuhan kepada Tuhan. Hana, seorang nabi perempuan tidak pernah
meninggalkan ibadah puasa dalam rangka mendekatkan diri (taqarrub)
kepada Tuhan (Lukas 2:36-37). Yesus menginstruksikan para muridnya
untuk berdoa dan berpuasa untuk mengusir setan yang merasuki manusia
(Matius 17:21). Orang Farisi pada masa Yesus melakukan puasa dua kali
seminggu, tepatnya hari Senin-Kamis setiap pekan (Lukas 18:12). Yesus
pun menyatakan dengan tegas bahwa para muridnya pun berpuasa (Lukas
5:33-35; Matius 9:14-15; Markus 2:18-20) dengan ikhlas hanya karena
Allah semata (Matius 6:16-18).
Sepanjang Zaman Manusia Butuh Puasa
Ibadah puasa termasuk salah satu syariat tertua, karena sudah
disyariatkan kepada umat sebelum umat Muhammad SAW. Hal ini seperti
disebutkan dalam firman Allah SWT:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa" (Qs. Al-Baqarah 183).
Firman Allah "kama kutiba 'alal ladzina min qablikum" ini menunjukkan
bahwa ibadah puasa telah dilakukan oleh orang-orang beriman sebelum
Nabi Muhammad SAW. Maka ada baiknya kita menengok sejenak ke masa
silam untuk mengungkap perbandingan puasa dengan umat terdahulu. Dalam
lembaran sejarah kita bisa menemukan berbagai ritual puasa dengan
kaifiyat (tatacara) tertentu dan berbeda. Hal ini bisa dimaklumi,
karena semua agama samawi, sama dalam prinsip-prinsip pokok akidah,
syariat, serta akhlaknya. Sehingga semua agama samawi mengajarkan
keesaan Allah, kenabian, dan keniscayaan hari kemudian, serta
mensyariatkan shalat, puasa, dan zakat, dengan cara dan kaifiatnya
dapat berbeda, namun esensi dan tujuannya sama.
Dalam kisah para nabi Allah, sejarah mencatat syariat puasa terhadap
umat-umat terdahulu. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, sejak
Nabi Nuh hingga Nabi Isa puasa wajib dilakukan tiga hari setiap
bulannya. Bahkan, Nabi Adam diperintahkan untuk berpuasa tidak memakan
buah khuldi (Qs. Al-Baqarah 35).
Maryam bunda Nabi Isa pun berpuasa hingga tidak bicara kepada siapapun
(Qs. Maryam 26). Nabi Musa bersama kaumnya berpuasa empat puluh hari.
Nabi Isa pun berpuasa. Nabi Daud berpuasa selang-seling (sehari
berpuasa dan sehari berikutnya berbuka) pada tiap tahunnya. Nabi
Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul telah mengamalkan puasa tiga
hari setiap bulan dan turut mengamalkan puasa Asyura yang jatuh pada
hari ke 10 bulan Muharram bersama masyarakat Quraisy yang lain.
Kristen Ortodoks Syria (KOS) –sebuah sekte Kristen yang atributnya
mirip dengan simbol Islam: mengenakan jubah, kopiah, gamis, surban,
kerudung, rebana, memuji Tuhan dan membaca Injil dengan bahasa Arab –
berpuasa agung "shaumil kabir" selama 40 hari berturut-turut, pada
tiap tahun sekitar bulan April. Puasa yang dilakukan jemaah KOS tidak
ada makan sahur. Puasa KOS lainnya adalah puasa Rabu dan Jum'at dalam
rangka mengenang kesengsaraan Kristus.
Berbeda dengan aturan puasa menurut Katolik. Sebagai contoh peraturan
yang dibuat oleh keuskupan Surabaya tahun 2004 yang ditandatangani
oleh Romo Julius Haryanto, CM, sesuai dengan ketentuan Kitab Hukum
Kanonik (Kanon No. 1249-1253) dan Statuta Keuskupan Regio Jawa No.
111, maka ditetapkan: Semua orang Katolik yang berusia 18 tahun sampai
awal tahun ke-60 wajib berpuasa pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung.
Dalam arti yuridis, puasa orang Katolik ini berarti makan kenyang
hanya sekali sehari.
Selain itu, bangsa Mesir kuno selalu berpuasa 7 hari hingga 6 minggu
setiap tahun. Mereka menjadikan puasa sebagai cara untuk menebus dosa
dan penyesalan atas kesalahan perbuatan. Orang-orang Yunani, terutama
perempuan, berpuasa sebagai ungkapan berkabung, atau berpuasa beberapa
hari sebekyn melakukan peperangan. Orang-orang Cina berpuasa pada
hari-hari biasa lebih-lebih lagi pada masa menghadapi musibah.
Orang-orang Tibet ada yang dapat menahan diri berpuasa selama 24 jam
berturut-turut sehingga air liur sendiri pun tidak boleh ditelan.
Begitu pentingnya puasa dalam kehidupan, sampai-sampai binatang pun
melakukan puasa demi kelangsungan hidupnya. Selama mengerami telur,
ayam harus berpuasa. Demikian pula ular berpuasa untuk menjaga
struktur kulitnya agar tetap keras terlindung dari sengatan matahari
dan duri hingga ia tetap mampu melata di bumi. Ulat-ulat pemakan daun
pun berpuasa, jika tidak ia tak kan lagi menjadi kupu-kupu dan
menyerbuk bunga-bunga. Ternyata puasa adalah sunnah kehidupan (sunnah
thabi'iyah) untuk bertahan hidup.
Manfaat Puasa
Banyak manfaat yang dapat ditarik dari bulan suci. Sejumlah gejala
penyakit bisa disembuhkan dengan terapi puasa, antara lain sakit mag.
Serangan penyakit yang memaksa orang terkapar di tempat tidur itu bisa
mendadak lenyap saat bulan Ramadhan. Sebab, selama puasa, zat-zat
beracun yang ada atau zat berlebihan dalam tubuh dibuang. Pada rentang
waktu itu pula, alat pencernaan beristirahat setelah bekerja keras
sebulan penuh. Jadi, puasa berperan sebagai alat detoksifikasi.
Hembing Wijayakusuma, ahli pengobatan tradisional, dalam bukunya,
Puasa Itu Sehat menyebutkan, puasa menghasilkan efek kekuatan luar
biasa bagi tubuh. Ketika berpuasa, sekitar 600 milyar sel dalam tubuh
menghimpun diri agar dapat bertahan hidup.
Selain faktor fisik, puasa juga bermanfaat sebagai terapi psikis.
Menurut ahli penyakit jiwa pada Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Dadang Hawari Idries, puasa bisa mengendalikan amarah dan
nafsu seks. Di sini emotional quotient seseorang diasah. Puasa juga
mengajarkan kesabaran. Ini secara tak langsung menjadi terapi bagi
sejumlah penyakit kejiwaan, seperti stres dan sindrom pasca-kekuasaan
(post-power syndrome). Pengaruhnya bakal mengenai penyakit fisik lain.
Ada empat sehat yang bisa ditingkatkan lewat puasa. Selain sehat jiwa
(emotional quotient), juga ada sehat badan (intelligent quotient),
sehat kreativitas (creativity quotient), dan sehat spiritual
(spiritual quotient).
Tentu saja, puasa akan kentara faedahnya jika dikerjakan secara benar:
berpuasa selama 14 jam. Selain itu, tak menunda-nunda waktu buka puasa
atau mempercepat sahur. Ini biasanya cobaan yang terkadang sulit
dihadapi sejumlah muslim. Mereka mempercepat sahur pada pukul 01.00
karena malas makan pada pukul 04.00 atau menjelang imsak. Atau malah
sahur pada pukul 10 malam.
Bila itu terjadi, justru penyakit yang bakal muncul. Sebab, pada saat
puasa, cadangan glikogen pada tubuh akan dikeluarkan dan dirombak
menjadi tenaga. Tapi, cadangan glikogen ini terbatas. Bila ia habis,
tubuh akan mengorbankan lemak dan protein untuk diolah sebagai tenaga.
Bila itu terjadi, badan akan terasa lemah, loyo, dan tak bisa
menjalani aktivitas seharian. Jadi, puasa tetap ada aturannya. [a.
ahmad hizbullah mag
VOA-ISLAM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar